PERSONAL BRANDING

Beberapa hari lalu ikut mendengarkan training mengenai kemampuan persuasi. Bahwa untuk mengasah keahlian persuasi atau bahkan menjadi orang yang persuasif, kita perlu menerapkan beberapa prinsip dasar.

Reciprocity – apa yang kita berikan ke orang lain, akan kembali ke kita. Kita baik ke orang lain, orang lain (harapannya) akan baik ke kita.
Scarcity – menjadi unik. Karena orang cenderung tertarik kepada pribadi yang berbeda.
Liking – disukai orang.
Authority – memiliki keahlian tertentu.
Consistent – orang yang berkomitmen dan konsisten lebih mudah dipercayai orang lain.
Social proof – ada pernyataan publik akan apa yang kita miliki.

Pada akhirnya bisa kita tarik satu kesimpulan. Kemampuan persuasi sangat tergantung bagaimana kita memposisikan diri kita di lingkaran sosial kita.
Istilah kerennya PERSONAL BRANDING.

Douglas Holt dalam bukunya How Brands Become Icon mengatakan bahwa pentingnya membangun brand yang mampu mempengaruhi bahkan menjadi budaya tertentu agar brand tersebut melekat.

Personal Branding memiliki konsep yang hampir mirip. Saat kita ingin memposisikan siapa diri kita, akan sangat tergantung bagaimana kita ingin proses sosial menyerap apa yang kita lakukan dan dipercayai menjadi satu konteks perilaku.
Tahun 2000an, Jennifer Lopez memposisikan dirinya sebagai pribadi yang energik dan multi talent. Yang dia lakukan adalah menyanyi, menari dan berakting. Sayangnya langkah terakhir kurang begitu sukses (well hollywood is mean place, darling).
Pada akhirnya J-Lo hanya dikenal sebagai penyanyi dan penari.

Jadi..
Bagaimana kita ingin dipandang dan diterima oleh orang lain sebagai bagian dari budaya kita disitulah kita memposisikan diri kita.
Personal brand.

Nah..
Jika personal brand yang saya bangun adalah seorang yang peduli dengan hidup sehat, saya akan tiap pagi nongkrong di gym.. makan siang salad.. tenteng-tenteng botol isi infuse water.

Bukannya nongkrong di warung ngemil indomi telor rebus pake rawit pake gorengan…

#personalbranding

Leave a comment